Tak dapat dipungkiri, ASN memiliki “pesona” yang beda dalam berkehidupan masyarakat. Tak hanya dari segi penampilan dan profesinya yang menjadi idaman kebanyakan orang, namun juga perilakunya yang selalu menjadi perhatian banyak orang. Hal ini terbukti dimana pemberitaan bertajuk ASN pasti mendapatkan pembaca yang tidak sedikit. Tidak hanya pemberitaan yang bersifat positif terlebih sangat menarik apabila bersifat negatif.
Dalam dunia kepemiluan, sikap ASN menjadi perhatian khusus sehingga peran aparatur sipil negara (ASN) diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang berbunyi: “Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme”.
Dan menurut Pasal 4 ayat (15) Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil larangan ASN yaitu memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara: terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye; membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Segala larangan yang melekat bagi ASN sebagaimana tersebut dalam pasal di atas, mau taK mau menuntut ASN untuk bersikap netral. Netral sendiri diartikan tidak berpihak (tidak ikut atau tidak membantu salah satu pihak) menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI). Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan hal yang perlu terus dijaga dan diawasi, agar pemilu dapat berjalan secara jujur dan adil antara calon yang memiliki kekuasaan dengan calon yang tidak memiliki relasi kuasa dilingkungan birokrasi pemerintahan.
Berkaitan dengan pengaturan netralitas ASN dalam pemilu/pilkada, peraturan perundang-undangan yang mengatur sangat beragam tidak hanya produk hukum yang berkaitan dengan pemilu/pilkada, tetapi produk hukum yang secara khusus mengatur tentang ASN yang dikeluarkan lembaga kementerian
Berdasarkan data dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), sepanjang kampanye Pilkada 2020 terdapat 604 ASN yang melanggar aturan netralitas dan direkomendasikan dikenai sanksi oleh kepala daerah. Berdasarkan survei bidang pengkajian dan pengembangan sistem KASN tahun 2018, pelanggaran netralitas ASN banyak disebabkan karena ingin mendapatkan atau mempertahankan jabatan atau proyek. Belum lagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat terdapat 1.194 kasus dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) pada Pilkada 2020.
Akhirnya, seorang ASN tidaklah salah memiliki pilihan yang dijagokan dalam pemilu maupun pemilihan, namun menjadi salah dan melanggar hukum bahkan dipidana seorang ASN yang mempublikasikan pilihannya secara terang-terangan bahkan berkampanye aktif mengajak orang lain untuk mengikuti pilihannya.
Sehingga tidaklah keliru mengutip apa yang pernah dikatakan oleh Dr Gunawan Suswantoro, Sekretaris Jenderal Bawaslu RI, yaitu “ada 2 hal integritas bagi ASN di Bawaslu, pertama adalah kejujuran dan kedua adalah netralitas”.
Penulis: Indrawati, S.H.
PNS di Sekretariat Bawaslu Provinsi Kalimantan Barat
Sub Koordinator bidang SDM