Opini, APAKALBAR.COM – Konflik antara Iran dan Israel yang semakin memanas dalam beberapa waktu terakhir menjadi sorotan dunia.
Tak hanya menjadi perhatian secara geopolitik, namun bagi sebagian umat Islam, konflik ini juga memunculkan pertanyaan besar: apakah ini merupakan salah satu tanda-tanda kiamat? Apakah dunia akan segera berakhir?
Dalam kepanikan dan ketidakpastian tersebut, muncul juga sikap pasrah yang keliru: “Kalau memang kiamat sudah dekat, untuk apa kita bekerja keras? Toh semua akan hancur juga.” Pemahaman seperti ini tentu perlu diluruskan.
Pertama-tama, penting untuk disadari bahwa akhir zaman secara terminologi Islam sudah dimulai sejak diutusnya Nabi Muhammad ﷺ sebagai penutup para nabi. Hal ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah:
“Aku (sebagai nabi) dan hari kiamat seperti dua jari ini.”
(HR. Bukhari no. 4936 dan Muslim no. 8670)
Dengan kata lain, masa kita sekarang ini memang sudah berada di penghujung sejarah umat manusia, namun itu tidak berarti kiamat akan datang dalam waktu dekat. Islam membedakan antara ‘akhir zaman’ dan ‘hari kiamat’ itu sendiri. Kiamat adalah peristiwa maha dahsyat yang waktunya tidak ada satu makhluk pun yang mengetahuinya, bahkan malaikat dan para nabi.
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat…”
(QS. Luqman: 34)
Lalu, apakah perang Iran dan Israel menjadi tanda kiamat sudah sangat dekat? Tidak ada satu pun dalil yang secara eksplisit menyebut konflik ini sebagai salah satu tanda besar hari kiamat.
Islam memang menyebutkan beberapa tanda kecil dan besar menjelang kiamat, di antaranya: banyaknya peperangan, munculnya fitnah, hilangnya ilmu, kemaksiatan merajalela, hingga tanda besar seperti munculnya Dajjal, turunnya Nabi Isa, dan terbitnya matahari dari barat. Tapi tidak semua peristiwa perang atau kekacauan otomatis menjadi penanda langsung kiamat.
Wallahu a’lam. Hanya Allah yang tahu apakah ini bagian dari skenario besar akhir zaman atau sekadar dinamika dunia yang harus kita sikapi dengan bijak. Namun satu hal yang pasti, agama tidak mengajarkan kita untuk menyerah atau bermalas-malasan karena takut kiamat.
Sebaliknya, Islam justru mengajarkan optimisme, kerja keras, dan produktivitas sampai detik terakhir kehidupan kita. Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda:
“Jika Hari Kiamat akan tiba dan di tangan salah seorang dari kalian ada tunas pohon, maka jika ia mampu menanamnya sebelum kiamat tiba, tanamlah.”
(HR. Ahmad no. 12491)
Hadits ini sangat dalam maknanya. Dalam keadaan genting seperti kiamat yang hendak terjadi, Nabi tidak menyuruh untuk lari, panik, atau berdiam diri, melainkan tetap berbuat baik dan melanjutkan pekerjaan, walau hasil dari pekerjaan itu tidak akan sempat dinikmati.
Mengapa demikian? Karena dalam Islam, amal dan usaha memiliki nilai tersendiri, tidak semata-mata pada hasil akhirnya. Maka, berpikir “Untuk apa bekerja kalau kiamat sebentar lagi?” adalah cara berpikir yang tidak sesuai dengan semangat ajaran Islam. Justru dalam ketidakpastian dan kegelapan zaman, kita dituntut untuk menjadi cahaya—menerangi dengan amal saleh, kerja keras, dan sikap positif.
Bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi. Dalam Islam, bekerja adalah bentuk ibadah. Rasulullah ﷺ sendiri bekerja sebagai pedagang yang jujur. Para sahabat juga bekerja keras, bahkan di tengah ancaman dan tekanan. Allah ﷻ berfirman:
“Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu…”
(QS. At-Taubah: 105)
Ayat ini menunjukkan bahwa pekerjaan kita tidak sia-sia. Allah menghargai setiap usaha yang kita lakukan. Jadi, jangan pernah berpikir bahwa jika dunia akan berakhir, maka kita boleh bermalas-malasan. Tidak ada jaminan kita hidup besok. Tapi jika hari ini kita diberi waktu, maka hari ini harus diisi dengan kebaikan dan produktivitas.
Konflik dunia adalah panggilan untuk introspeksi, bukan untuk depresi. Melihat dunia yang penuh gejolak bukan berarti kita kehilangan harapan. Justru inilah saatnya untuk memperbaiki diri, memperkuat iman, dan memperbanyak amal. Allah tidak akan bertanya “Apakah kamu tahu kapan kiamat datang?” tapi Allah akan bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengan umurmu?”
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya.”
(QS. Fushshilat: 8)
Oleh karena itu, meskipun situasi global membuat kita khawatir, tetaplah semangat menjalani hidup. Tetaplah bekerja, berkarya, menebar manfaat.
Jangan biarkan rasa takut membuatmu kehilangan arah dan tujuan. Tanamkan dalam hati bahwa setiap amal baik akan mendapat balasan, dan setiap usaha yang kita lakukan akan dinilai oleh Allah ﷻ, meskipun dunia ini kelak akan berakhir.
“Barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan tidak mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”
(QS. Al-Kahfi: 110)
Kita hidup di dunia untuk berproses, bukan untuk stagnan. Maka tetaplah menanam walau tak sempat panen. Tetaplah bekerja walau dunia terlihat kacau. Tetaplah berbuat baik walau yang lain saling menyakiti. Sebab pada akhirnya, yang menyelamatkan bukan pengetahuan tentang hari kiamat, tapi amal kita sebelum kiamat datang.
Jika engkau masih hidup hari ini, itu artinya Allah masih memberi kesempatan untuk menanam amal terbaik. Maka jangan tunggu kiamat untuk mulai hidup bermakna.
Penulis: Albi Rosadi Romdhoni, S.Ag.
Kabid. Pemberdayaan dan Kesejahteraan Umat DPP IMABA
Referensi:
1. Al-Qur’an:
- QS. Luqman: 34
- QS. At-Taubah: 105
- QS. Al-Kahfi: 110
- QS. Fushshilat: 8
2. Hadits:
- HR. Bukhari no. 4936
- HR. Muslim no. 8670
- HR. Ahmad no. 12491 (dishahihkan oleh Al-Albani)
3. Kitab:
- Ibnu Katsir, An-Nihayah fi al-Fitan wa al-Malahim
- Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin (tentang amal dan niat dalam bekerja)