PONTIANAK, APAKALBAR.COM – Moderasi beragama menjadi salah satu konsentrasi Kementerian Agama Repubilk Indonesia, hal ini dilarbelakangi oleh maraknya praktik-praktik intoleransi yang mencoreng nilai luhur dan kearifan lokal budaya bangsa indonesia, keragaman menjadi ciri khusus yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, bahkan sejak Ibu Pertiwi ini lahir, bangsa ini telah membentuk kultur bangsa Indonesia yang toleran dan mencintai sesama.
Pendidikan dan moderasi beragama menjadi salah satu jalan yang sangat cara jitu untuk memupuk toleransi untuk persatuan negeri ini. Pendidikan dan moderasi beragama ini harus terus disampaikan ke masyarakat secara bertahap dan berkelanjutan. Dengan begitu, toleransi akan bisa tumbuh dengan baik sehingga persatuan itu otomatis akan semakin erat. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengaku tengah menyiapkan materi moderasi beragama untuk disisipkan dalam kurikulum Program Sekolah Penggerak. Rancangan itu disusun bersama Kementerian Agama. “Kami juga sedang merancang materi terkait moderasi beragama bersama Kemenag untuk disertakan di dalam kurikulum Sekolah Penggerak. Itu adalah kurikulum prototipe yang sedang kita tes di dalam sekolah-sekolah penggerak. Di situlah konten-konten moderasi beragama, kita juga akan melakukan risetnya,” ujar Nadiem dalam acara Peluncuran Aksi Moderasi Beragama, Kemenag lewat daring, Rabu (22/9).
Menurut Nadiem konten moderasi beragama itu bakal diujicobaka kepada 2.500 sekolah penggerak. Angka ini akan terus berkembang setiap tahunnya. Konten moderasi beragama juga diajarkan kepada para calon guru penggerak pada Program Guru Penggerak Kemendikbud Ristek. Moderasi beragama, menurut Nadiem amat penting diajarkan. Pasalnya Nadiem memandang intoleransi beragama merupakan salah satu dari tiga dosa besar pendidikan di Tanah Air.
3 Dosa Besar Dalam Sistem Pendidikan Nasional
Mas Mentri Nadiem menegaskan akan membasmi bersih tiga dosa besar dalam pendidikan nasional. Adapun ketiganya adalah intoleransi, perundungan dan pelecehan seksual. “Tiga dosa ada di sistem pendidikan kita saat ini, dan tiga dosa tersebut nomor satu adalah intoleransi, nomor dua adalah perundungan atau bullying dan nomor tiga adalah kekerasan seksual,” pungkas Nadiem. “Jadinya biar diperjelas saja posisi Kemendikbudristek dan Pemerintah Pusat terhadap tiga dosa ini, ini adalah tiga hal yang akan kita basmikan dari sistem pendidikan kita. Tentunya akan memakan waktu untuk melaksanakan ini, tapi itu adalah aspirasi dan tidak ada abu-abu untuk mencapai aspirasi ini,” tegas Nadi.
Profil Pelajar Pancasila
Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan ini juga diperkuat dengan tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila.
Profil Pelajar Pancasila ini dicetuskan sebagai pedoman untuk pendidikan Indonesia. Tidak hanya untuk kebijakan pendidikan di tingkat nasional saja, akan tetapi diharapkan juga menjadi pegangan untuk para pendidik, dalam membangun karakter anak di ruang belajar yang lebih kecil. Pelajar Pancasila disini berarti pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila. Pelajar yang memiliki profil ini adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya. Dimensi ini antara lain: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif. Keenam dimensi ini perlu dilihat sebagai satu buah kesatuan yang tidak terpisahkan. Apabila satu dimensi ditiadakan, maka profil ini akan menjadi tidak bermakna (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 Nomor 20 Tahun 2003).
Profil Pelajar Rahmatan lilalamin
Selain Profil Pelajar Pancasila, Kemenag menambahkan khsusus bagi jenjang madrasah, baik itu pada jenjang RA, MI, MTs dan MA. Program Profil Pelajar Rahmatan Lilalamin adalah “Penanaman nilai rahmatan lil alamin bagi pelajar madrasah dilaksanakan melalui Proyek Penguatan Profil Pelajar Rahmatan lil Alamin yang dalam pelaksanaannya difokuskan pada penanaman moderasi beragama yang dapat diimplementasikan melalui kegiatan yang terprogram dalam proses pembelajaran maupun program pembiasaan dalam mendukung sikap moderat peserta didik.
Pembiasaan dibentuk dengan pengkondisian suasana pembelajaran yang mengutamakan proses pensucian jiwa (tazkiyatun nufus) yang dilakukan melalui proses bersungguh-sungguh memerangi hawa nafsu (mujahadah) dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT dan melatih jiwa dalam melawan kecenderungan kepada hal-hal yang buruk (riyadlah)”.
Kementerian Agama telah menetapkan tema-tema utama untuk dirumuskan menjadi tema turunan oleh madrasah sesuai dengan konteks wilayah dan karakteristik peserta didik. Tema-tema utama proyek penguatan Profil Pelajar Rahmatan lil Alamain yang dapat dipilih dari nilai-nilai moderasi beragama oleh madrasah (berdasarkan Panduan Pengembangan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Dan Pelajar Rahmatan Lil Alamin) ada 10 nilai, sebagai berikut:
- Berkeadaban (ta’addub), yaitu menjunjung tinggi akhlak mulia, karakter, identitas, dan integritas.
- Keteladanan (qudwah),yaitu kepeloporan, panutan, inspirator dan tuntunan.
- Kewarganegaraan dan kebangsaan (muwaṭanah), yaitu sikap menerima keberadaan negara (nasionalisme), mematuhi hukum negara, melestarikan budaya Indonesia.
- Mengambil jalan tengah (tawassuṭ), yaitu pemahaman dan pengamalan beragama yang tidak berlebih-lebihan (ifrāṭ) dan juga tidak abai terhadap ajaran agama (tafrīṭ).
- Berimbang (tawāzun), yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi.
- Lurus dan tegas (I’tidāl), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional.
- Kesetaraan (musāwah), yaitu persamaan, tidak diskriminatif kepada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.
- Musyawarah (syūra), yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya;
- Toleransi (tasāmuh), yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan maupun berbagai aspek kehidupan lainnya.
- Dinamis dan inovatif (tathawwur wa ibtikâr), yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia.
(Panduan Pengembangan P5 dan PPRA Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI Tahun 2023.)
Dalam penerapan moderasi beragama pada kurikulum merdeka adalah sebagai paya untuk mengembalikan karakter luhur bangsa terkait hidup masyarakat bangsa secara bersama-sama dan saling berdampingan dalam bingkai toleransi yang ada di negeri ini. Sehingga, moderasi beragama perlu diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan nasional. “Moderasi beragama perlu untuk menjadi mata ajar di sekolah-sekolah.
Menurut penulis, nilai-nilai toleransi dan moderasi beragama itu wajib diajarkan mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. “Sehingga setelah mereka itu selesai menempuh pendidikan, tinggal mempertebal atau memperdalam kembali toleransi dan moderasi beragama itu. Ini penting agar budaya-budaya luhur bangsa tidak hilang begitu saja akibat adanya budaya-budaya luar yang bisa merusak budaya yang dimiliki bangsa ini (Panduan Pengembangan P5 dan PPRA Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI Tahun 2023)
Oleh : Muhammad Ihsan Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Pontianak