Harmonisasi dalam Pesta Demokrasi

Foto Penulis Boini (Mahasiswa Pascasarjana IAIN Pontianak dan Anggota PPK Kecamatan Nanga Pinoh : Melawi)

PONTIANAK, APAKALBAR.COM – Pancasila sebagai pandangan hidup, maknanya adalah sebagai warga negara yang baik kita wajib menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam setiap langkah yang kita kerjakan.

Menanamkan prinsip nilai Pancasila sejak dini dalam membina putra putri terbaik bangsa dengan mengedepankan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan kesatuan, kerakyatan yang berkeadilan, hal demikian harus dijadikan sebagai pedoman kehidupan dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Bacaan Lainnya

Konsep hidup kita antara sikap dan tindakan harus mencerminkan nilai-nilai yang termaktub di dalam setiap butir Pancasila demi keberlangsungan hidup yang aman, damai dan sejahtera.

Pancasila harus dijaga dan harus tetap tumbuh di hati rakyat, apabila Pancasila dikesampingkan dan dianggap hanya sekedar pajangan maka bangsa ini akan terjadi ketimpangan dalam seluruh sektor. dan bisa jadi apabila Pancasila sudah merasuk ke dalam sanubari bangsa maka politik bebas aktif akan terkontrol secara baik dan beradab.

Dalam menyongsong pesta demokrasi yang sebentar lagi akan kita jumpai, maka akan banyak hal yang akan berdampak baik secara sosial maupun ekonomi serta di rasakan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terlepas akan hal yang demikian itu, maka diperlukan strategi internalisasi moderasi beragama serta diperkuat dengan metode internalisasi nilai-nilai moderasi dalam mencegah kemungkinan hal buruk terjadi.

Hal buruk yang lazim terjadi adalah politik dijadikan alat kekuasaan dalam menentukan sebuah kebijakan sehingga muncul yang namanya Politik Identitas.

Agama cenderung dijadikan topeng untuk menggait massa pemilih baik pemilih pemula atau pemilih kaum milenial. Kaum milenial merupakan pemilih yang tergolong masih baru sehingga rentan dan mudah digoyahkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama untuk tujuan tertentu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Menjadikan politik identitas sebagai mesin politik untuk menggait pemilih adalah merupakan kejahatan politik yang bertentangan dengan nilai Pancasila yaitu sila ketiga “Persatuan Indonesia”.

Hal ini terjadi manakala para oknum memanfaatkan politik identitas sebagai alat untuk menunjukkan jati diri suatu kelompok. Politik identitas cenderung digaungkan ketika mendekati tahapan pemilu yang mana fenomena tersebut sulit untuk dibendung sehingga berdampak luas di kalangan para pemilih.

Hal utama yang perlu dihindari adalah politik identitas akan menggiring opini publik bahwasanya orang yang tidak beridentitas sama dengan mereka maka tidak pantas untuk menjadi pemimpin. Ini tentu saja bisa menyebabkan kaum minoritas akan kehilangan hak yang sama dalam ruang lingkup ranah pemilu.

Moderasi beragama mendapat peran yang sangat dominan dalam mencegah kemungkinan hal buruk itu terjadi, karena Islam mengutuk keras untuk para pelaku intoleran di negeri ini.

Kerukunan antar umat beragama justru harus menjadi benteng dan poin yang sangat penting untuk keberlangsungan pemilu serta dapat mewujudkan asas-asas pemilu dan dapat memilih pemimpin sesuai hati nurani.

Pesta demokrasi sangat erat kaitannya menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak serta terintegrasi dengan ketahanan masyarakat, bangsa dan negara. Apabila kita tidak mampu menjaga stabilitas dan ketahanan politik yang berbasis multi agama, budaya dan etnis maka tidak menutup kemungkinan gejolak antar pendukung akan terjadi dan jangan sampai kita sebagai warga negara merusak negara kita tercinta ini dengan keonaran berpolitik yang asal saji dan asal jadi.

Harmonisasi dalam konteks pesta demokrasi merupakan cerita cinta yang sulit untuk di ciptakan kalau saja dalam wahana kehidupan manusia masih mengedepankan ego sektoral dengan mengedepankan kelompok tertentu. Tapi justru sebaliknya, apabila asas berkeadilan dan gotong royong diterapkan dalam setiap keputusan yang di ambil maka harmonisasi dalam pesta demokrasi akan terwujud secara maksimal. Menanamkan nilai-nilai moderasi beragama dalam setiap elemen masyarakat merupakan tugas utama kita bersama, baik sebagai penyelenggara maupun peserta politik.

Pemahaman yang salah akan menjerumuskan kita kembali pada pokok permasalahan yang sering kali muncul menjelang pesta demokrasi. Pencucian otak yang selama ini didengungkan oleh kelompok garis keras ternyata dapat terwujud pada titik tertinggi apabila melepaskan nilai Pancasila dalam jati diri bangsa karena sebagian besar bangsa Indonesia memiliki beragam suku dan budaya akan tetapi hal penting yang harus dipupuk adalah mengedepankan rasa nasionalis. Perbedaan identitas merupakan suatu hal yang alamiah, dan sudah terpatri dipegang oleh dasar negara kita Pancasila Bhineka Tunggal Ika, tapi jangan sampai kita mengkaitkan identitas kedalam mesin politik sebagai tameng dalam mendulang simpati rakyat karena justru akan membahayakan demokrasi ditanah air.

Narasi politik di tahun 2024 akan banyak menimbulkan keresahan-keresahan dimasyarakat terkait kondusifitas dilingkungan tempat bernaung, maka peran dari stake holder terkait tentunya bisa berperan aktif dalam menghadapi isu sentral yang bisa menimbulkan konflik ditengah masyarakat terutama peran penyelenggara juga sangat diharapkan dalam meminimalisir kejadian tersebut. De-Jure merupakan asas penggunaan hak pilih yang mana data yang akurat dan authentik dijadikan landasan utama dalam pemuktahiran data sehingga dapat menciptakan iklim politik yang harmonis tanpa merugikan salah satu pihak.

Bola panas wacana tentang politik identitas saat inipun sedang bergulir dan sering diperbincangkan, apabila hal ini di biarkan berkelanjutan justru akan membayangi rasa kekhawatiran dalam masyarakat bahwasanya hal ini akan di manfaatkan oleh kelompok tertentu sebagai senjata narasi politik untuk memviralkan kelompok organisasi tertentu dalam mendulang raihan suara secara signifikan. Akibat yang mungkin akan muncul adalah terjadinya perpecahan dikalangan pendukung sebuah organisasi politik dan cenderung berbuat anarkisme di dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia. Efeknya terhadap ranah penyelenggara pemilu adalah menurunnya etos kerja karena terhambatnya tahapan yang akan dilakukan.

Strategi internalisasi moderasi Bergama penting untuk di kumandangkan jauh lebih awal untuk mencegah tergerusnya rasa nasionalisme dan kerukunan antar umat beragama. Beberapa strategi yang bisa di lakukan diantaranya adalah Strategi tradisional, yaitu indoktrinasi nilai-nilai dengan memberitahukan secara langsung yang baik dan kurang baik. dalam konteks pesta demokrasi, penyelenggara pemilu dapat menyampaikan bahwa moderasi beragama dalam mewujudkan harmonisasi dalam pesta demokrasi baik untuk dilakukan. Strategi bebas, memberikan kebebasan untuk para pemilih dalam menentukan pilihan politiknya tanpa ada intimidasi dan intervensi dari pihak manapun yang diyakini baik dan benar untuk dirinya. Strategi reflektif, menumbuh kembangkan kesadaran rasional dalam berpolitik dan keluasan wawasan terhadap nilai-nilai yang baik dalam menghadapi pesta demokrasi, Strategi teladan, sebagai penyelenggara dapat menampilkan perilaku yang sesuai dengan etika religius yang dianut sehingga dapat dijadikan figure teladan yang baik.

Metode internalisasi nilai moderasi beragama yang harus di wujudkan dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah model struktural, yang mana model ini lebih mengedepankan peraturan dan tata tertib dalam membangun kesan baik terhadap perpolitikan tanah air. Model formal, sebuah nilai yang berorientasi pada karakter seorang pemimpin sebagai suri tauladan yang baik. Model organik, internalisasi nilai-nilai moderasi beragama dengan mengembangkan pandangan atau semangat hidup yang dimanifestasikan dalam sikap yang moderat dalam mewujudkan politik yang sehat dan agamis. Masukan dan tanggapan dari seluruh komponen masyarakat akan membantu kerja-kerja penyelenggara sampai ke akar rumput sehingga media politik terus digaungkan karena pada dasarnya sebuah kontestasi apalagi politik tidak bisa terhindar dari friksi, namun sejatinya persaingan tidak harus berujung konflik. Nilai humanisme Pancasila dapat dijadikan aspek yang sangat penting bagi kepribadian yang saling menghargai dan menghormati sehingga dapat dimaknai sebagai upaya pencegahan dan pencapaian kehidupan berpolitik yang rukun, nyaman dan sentosa, sehingga harmonisasi dalam konteks pesta demokrasi bukan hanya sekedar slogan tetapi dapat terwujud sehingga pemilu bisa berjalan dengan sukses, aman dan lancar.

Penulis: BOINI (Mahasiswa Pascasarjana IAIN Pontianak)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *